Instant Internet Business Ideas
Minggu, 18 Oktober 2009

Kimiawan adalah Pemain di belakang Layar

Mungkin ketika seorang peserta SPMB memilih untuk masuk pilihan studi kimia tidak yakin atas pilihannya tersebut. Umumnya para siswa tersebut memilih program studi kimia sebagai pilihan cadangan dari program studi seperti kedokteran, farmasi, atupun teknik kimia. Tapi sebenarnya sadarkah kita bahwa peran ilmu kimia melalui program studi kimia itu adalah awal dari perkembangan sains. Dalam hal ini penulis ingin mengulas mengenai peranan ilmu kimia dalam bidang medis terutama dalam mengatasi kanker
Berbicara mengenai seorang kimiawan yang mencoba menyembuhkan kanker, maka akan lebih baik jika kita mengetahui terlebih dahulu sedikit hal mengenai sel kanker. Seperti kata Tzun Zhu bahwa ”strategi awal yang baik dalam perang adalah terlebih dulu mengenal musuhmu”, kanker merupakan masalah yang terjadi pada sistem kontrol tubuh manusia. Kanker akan timbul ketika terganggunya berbagai sistem kontrol pada suatu sel. Sistem kontrol yang dimaksud ini ada dua jenis, yaitu:
(1) sistem yang mendorong pertumbuhan sel (proliferasi)
(2) sistem keamanan yang melindungi dari tumbuhnya sel yang tidak diinginkan.

Jika dikontrol secara tepat, proliferasi merupakan suatu hal yang baik bagi manusia. Lagi pula, manusia tersusun dari miliaran sel yang terus berkembang semenjak masih berupa janin hingga dewasa.

Tetapi bagaimanapun juga, ketika manusia sudah mencapai tahap dewasa, sebagian besar proses proliferasi sel akan berhenti. Contohnya adalah, pada saat ginjal anda telah berkembang hingga mencapai ukuran yang tepat, maka sel ginjal tersebut akan berhenti tumbuh (berhenti proses proliferasi). Tetapi ada juga sel-sel yang akan terus melakukan proses proliferasi. Contohnya adalah sel usus.

Pada umumnya, sistem pertumbuhan sel dalam tubuh manusia berjalan dengan normal. Tetapi, terkadang juga salah satu dari sistem ini dapat menjalani disfungsi, dan akhirnya suatu sel dapat berproliferasi dengan cara yang tidak tepat. Ketika hal tersebut terjadi, maka sel tersebut telah melakukan langkah pertamanya untuk menjadi sel kanker. Untuk melindungi dari disfungsi sistem kontrol yang dapat menyebabkan proliferasi sel, tubuh kita telah “dipersenjatai” dengan sistem keamanan sel.

Sistem pertahanan tubuh ini juga disusun dari protein yang secara umum dapat dikelompokkan menjadi:
(1) sistem yang membantu mencegah terjadinya mutasi;
(2) sistem yang “berurusan” dengan mutasi tersebut (ketika mutasi sedang terjadi pada sel).

Sebagai contohnya, sel memiliki berbagai sistem untuk memperbaiki kerusakan pada DNA untuk mencegah terjadinya mutasi. Sistem perbaikan DNA ini sangat penting sekali mengingat mutasi selalu terjadi pada DNA dalam sel tubuh. Bahkan, diperkirakan bahwa sel tubuh kita mengalami rata-rata 25 ribu proses bermutasi setiap hari. Untung saja, sistem perbaikan DNA ini bekerja non-stop, dan jika hanya terjadi kerusakan kecil saja pada DNA, sistem perbaikan tersebut akan mampu segera mengatasinya dan melakukan proses “maintenance” dengan cepat.

Namun terkadang, proses mutasi DNA juga dapat lolos dari pengawasan sistem perbaikan / maintenance sel ini (contohnya: ketika proses mutasi terjadi dengan sangat banyak melebihi proses yang biasa terjadi, dan kerja sistem perbaikan mengalami overload). Ketika hal ini terjadi, sistem keamanan kedua akan datang membantu. Sistem pertahanan kedua ini bekerja untuk memonitor sel yang bermutasi dan lolos dari pengawasan sistem pertahanan pertama. Jika proses mutasi DNA tidak terlalu parah, sistem pertahanan kedua ini akan menghentikan sel untuk berproliferasi, dan memberi waktu kepada sistem pertahanan yang pertama untuk menyelesaikan tugasnya sebelum akhirnya sistem pertahanan pertama memperbaiki sel yang ditahan oleh sistem pertahanan kedua tersebut. Tetapi jika mutasi kerusakan genetik terlalu besar, maka sistem pertahanan kedua ini akan memacu sel yang bermutasi tersebut untuk melakukan “bunuh diri”, sehingga menghilangkan kemungkinan sel tersebut untuk menjadi sel kanker.

Salah satu dari komponen penting yang bertugas sebagai sistem pertahanan ini merupakan protein yang disebut “p53?. Protein-protein yang sejenis dengan p53 yang bertugas sebagai sistem keamanan terhadap pertumbuhan sel yang tidak terkontrol disebut “tumor suppressors”. Maka jelaslah sudah bahwa p53 merupakan bagian dari sistem pertahanan yang paling penting bagi manusia. Mutasi yang terjadi pada p53 telah berhasil dideteksi pada sebagian besar sel tumor manusia.

Para ilmuwan juga telah melakukan percobaan dengan membandingkan tikus yang memiliki mutasi pada gen p53 dengan tikus yang normal. Hasil yang diperoleh adalah, tikus dengan mutasi pada gen p53 mati karena kanker sebelum tikus tersebut berumur 7 bulan. Jadi, kalau anda diminta untuk menyumbangkan salah satu gen anda – jangan berikan yang bagian gen p53.

Nah, selanjutnya kembali kepada peran seorang kimiawan itu apa dalam hal mengatasi kanker yaitu,

Pertama, seorang ahli kimia melakukan screening terhadap berbagai tumbuhan obat untuk menemukan fraksi/komponen/senyawa yang memiliki aktivitas antikanker.
Kedua, ahli kimia tersebut berperan juga dalam menentukan struktur molekul dari komponen yang memiliki aktivitas antikanker tersebut. Kemudian pada akhirnya, ahli kimia jugalah yang melakukan sintesis senyawa antikanker tersebut untuk kemudian senyawa tersebut diproduksi dalam skala besar pada industri farmasi (setelah melalui berbagai uji kelayakan), untuk digunakan sebagai obat antikanker.
Salah satu contohnya adalah senyawa FR901464 yang diisolasi dari bakteri Pseudomonas sp. No.2663 oleh grup riset Nakajima dari perusahaan farmasi Fujisawa, Jepang (dari 400 Liter sampel, diperoleh 819 mg senyawa yang diberinama FR901464).

Kemudian beberapa jalur untuk mensintesis senyawa tersebut telah ditemukan juga oleh beberapa grup riset, salah satu diantaranya adalah seperti ditunjukkan pada skema sintesis berikut:

[Koide, K, et.al; J. Am. Chem. Soc.; 2007; 129(9), 2648-2659]

Berterimakasihlah kepada para ahli kimia yang telah dapat menunjukkan struktur molekul dari suatu protein dan DNA dalam tubuh manusia. Kini dengan mengetahui struktur molekul dari suatu senyawa yang bersifat karsinogenik, setidaknya para ahli kimia telah dapat menjelaskan beberapa hal mengenai bagaimana mekanisme/hubungan terjadinya sel tumor dalam tubuh.

Jadi sekarang sudah tahukan siapa yang berada di belakang layar?
Setiap disiplin ilmu saling interface sehingga disini semuanya berperan baik seorang ahli medis, ahli biologi, ahli farmasi, dan yang pasti ahli kimia

Daftar Pustaka:
Pradipta A. 2007. Kanker dan Ahli Kimia Apa Hubungannya. http://ambarapradipta.wordpress.com/2007/03/28/kanker-dan-ahli-kimia-apa-hubungannya/

Pradipta A. 2007. Kanker dan Hubungannya Dengan Sistem Immune. http://ambarapradipta.wordpress.com/2007/04/04/kanker-dan-hubungannya-dengan-sistem-immune

Mimpi Semalam


“Eh, kamu percaya sama mimpi gak?”, tanya Ipul.
“Dulu iya, sekarang nggak, mimpi itu cuma bunga tidur, lagi. Emangnya kenapa?”, jawabku lagi. Ipul yang biasanya ceria hari ini tampak tak bersemangat. “Semalem aku mimpi aneh…pas bangun nggak enak rasanya, sekarang juga masih kepikiran..sedih deh aku…”, sambung Ipul sambil menghela napas dalam-dalam.
“Hah…emang kamu mimpi apaan?”, mau tak mau kasihan juga aku melihatnya. “Semalem aku mimpi hampir nikah sama cewek yang selama ini aku suka diem-diem, kartu undangannya udah dicetak segala. Belakangan ketahuan itu kartu salah cetak, aku gak jadi mendapatkan dia….”
” Hah!! Hua ha ha ha ha ha…hua ha ha hue hehe …” Aku tak kuasa menahan tawa mendengar mimpi Ipul yang agak konyol.

“Jahat kamu, Vi. Kok tega amat ngetawain temen yang lagi kesusahan.” Suara Ipul yang memelas menghentikan tawa geliku. Wajah Ipul tampak begitu suram dan buram, apalagi kalau dilihat dari balik air mataku yang sempat keluar waktu tertawa geli.

“Pul, mimpi itu bukannya cuma bunga tidur, tapi juga cuma sekedar efek samping dari kerja neurotransmitter di dalam otak waktu kamu lagi tidur.”

“Ah..tapi mimpiku semalem itu bener-bener jelas, Vi.” Ipul menyanggah pernyataanku dengan gigih.

“Begini nih ya…”, langsung saja aku mendayagunakan secarik kertas yang ada di meja.

Struktur Tidur “Nah Pul, ini ceritanya kamu tidur dari jam 12 malem dan bangun jam setengah sembilan nih ya.”, kuputar sketsaku menghadapi Ipul supaya ia dapat melihat dengan jelas.

“Hmm…”, gumam Ipul.

“Sebenernya kamu udah menjalani beberapa siklus tidur walaupun kamu sama sekali tidak terbangun. Satu siklus itu dimulai dari keadaan sadar/bangun (bagian yang hitam), tahap REM (Rapid Eye Movement, bagian yang biru) di mana bola mata kamu bergerak-gerak walaupun masih dalam keadaan terpejam, terus tingkat kesadaran kamu semakin turun dan masuk ke tidur tingkat 1, 2, 3 dan 4. Nah.., bersamaan dengan turunnya tingkat kesadaran, tidurmu makin lelap.”

“Terus ?” lanjut Ipul.

“Nah…satu siklus ini berlangsung selama 90 menit, pernah denger nggak orang bilang lebih baik kalau tidur jumlah jamnya ganjil ?”

“Ooooo…iya ya iya..pernah!” Mata Ipul membelalak senang dan ia mengangguk-angguk dengan semangat.

“Iya, inilah alasannya, karena satu siklus itu 90 menit, kalau misalnya pagi-pagi kamu terbangun setengah jam sebelum wekermu berbunyi, terus kamu pikir…tidur lagi ah….itu nggak baik.”

“Ooo..iya ya, kalau tidur setengah jam, justru pas aku lagi lelap-lelapnya ya? Otakku lagi siap-siap masuk tidur tahap 3 dan 4 ya?” Ipul memelototi grafik yang kugambar seraya mengangguk-angguk mengerti.

“Tul, pinter juga kamu Pul……..kadang-kadang ! He he he…”

“Ah…kamu ngetawain aku melulu..terus apa hubungannya penjelasanmu ini sama mimpiku semalem?”

“Nah…mimpi itu kebanyakan terjadi pas tahap REM yang biru ini Pul.”

“Lho..kalau dilihat dari tingkat kesadaran, mimpi itu justru terjadi pada saat tidur kita belum terlalu lelap ya?”

“Iyaaa! Mangkanya, kalau mimpi, kita kadang-kadang suka terbangun! Ya karena itu, masih dalam tahap tidur yang belum terlalu lelap!” Senang juga aku melihat Ipul yang antusias mendengar penjelasanku dan tampak segar kembali.

“Tapi..bukan berarti tiap kali kita masuk tahap REM terus kita mimpi. Dan ini nih yang paling aku pengen kasih tahu kamu biar gak murung mikirin mimpimu semalem.”

“Apaan?” Tanya Ipul tak sabar.

“Cuma mimpi terakhir yang bisa kamu ingat setelah bangun! Mimpi-mimpi lain yang terjadi pada tahap-tahap REM di siklus-siklus sebelumnya tidak akan kamu ingat lagi!”

“Kok bisa gitu?”

“Gini lho..pada saat seseorang sadar, kadar noradrenalin dan serotonin di dalam otak cukup tinggi, tapi begitu tidur, kadarnya berkurang setengah dan bahkan hampir nggak ada sama sekali pada tahap REM. Noradrenalin dan serotonin itu adalah neurotransmitter yang digunakan pada saat kita berkonsentrasi untuk melakukan sesuatu atau waktu kita mau mengingat sesuatu.”

Struktur noradrenalin Struktur serotonin

“Ooo..jadi pas kita mimpi di tahap REM, neurotransmitter yang membantu kita untuk menyimpan ingatan di otak itu absen nih ceritanya ya?”

“Tullllll…mereka lagi sibuk membenahi dirinya sendiri, mereka kan juga perlu istirahat!!” jawabku semangat.

“Jadi maksudmu, mungkin aja aku semalem mimpi 3-4 kali, tapi yang aku inget cuma yang terakhir gitu?” kening Ipul berkerut sedikit.

“Iyaaa…karena pada saat kamu bangun dan masuk tahap kesadaran, noradrenalin dan serotonin juga ikut bangun dan membanjiri otakmu lagi. Jadi cuma mimpi terakhir yang kamu lihat paaaaaaaas sebelum kamu bangun itu doang yang bisa kamu inget Pul!!”

“Oooo..jadi kebetulan aja itu mimpi aku liat di tahap REM terakhir, kalau nggak juga aku nggak inget ya?”

“Iya..apalagi karena pagi-pagi noradrenalin dan serotonin itu belum bekerja penuh, kalau misalnya kamu tadi pagi telat bangun terus buru-buru ngapa-ngapain, kamu akan lupa sama mimpimu itu, makanya mimpi itu bener-bener cuma bunga tidur kok!”

“Wahh…iya ya…aku jadi ngerti soal mimpi nih. Ayo kamu harus tulis buat pembacamu di chem-is-try.org!” Ipul mengambil kertas yang berisi grafik yang kugambar tadi dan menyimaknya sekali lagi.

“He he he, ntar deh kalau ada waktu pasti aku bagi nih informasi. Tapi yang penting kamu udah bisa ceria lagi dan nggak mikirin mimpimu yang aneh itu, kan?”

“Mikirin mimpinya sih nggak lagi, tapi mikirin orangnya iya, pas aku lagi sadar!! He he he he…”

Neurotransmitter : zat penghantar di dalam sistem saraf

Referensi: OUCH Research Libray

Mr. Drakula Ikut Pesta


Edi berulang-ulang menarik dan menghembuskan nafas, ia berusaha keras menyembunyikan kegugupannya. Tidak seharusnya aku berada di sini!!! Edi menarik nafas panjang lagi.

“Kak Edi gugup ya?” Edi berdehem dan tersenyum, ia harus jaga image di depan kencannya malam ini. Edi memang bukan tipe orang yang pandai bergaul. Setiap ada kesempatan ia berusaha mengarahkan pandangan matanya ke bawah kecuali kalau ada orang yang mengajaknya berbicara. Seumur-umur baru pernah ia diundang ke pesta kostum.

“Ayo deh Ed, kalau kamu takut, atau grogi, aku minta adikku menemani kamu deh.” Edi akhirnya dengan tersipu-sipu mengangguk setuju untuk menghadiri pesta Halloween yang diadakan di sebuah hotel bergengsi di kotanya. Karin, gadis cantik nan populer di kampus yang selalu ia bantu dalam tugas-tugasnya, bersikeras mau membalas budi dengan mengajaknya ke Pesta Halloween. Duh..jangankan pesta Halloween…pesta yang biasa-biasa aja aku nggak pernah... Dan Laika, adik Karin, bukannya membuatnya relaks, malah menyebabkan Edi tambah gugup dan berharap sapu ijuknya bisa benar-benar membawanya terbang dari tempat ini. Soalnya, Laika lebih cantik dari Karin!!!

“Saya minta Singapore Sling satu ya Mas, Kak Edi minum apa?”

“Ummm…orange juice..” Edi langsung duduk di samping Karin di meja counter bar dan memandang bayangannya sendiri di meja bar yg dilapisi kaca. Ia terlalu gugup untuk mengajak Laika berbicara, Karin dan pacarnya telah meninggalkan mereka berdua. Duhh..ngomong apa ya...

“Malam, sendirian?” tiba-tiba seorang pria berkostum drakula duduk di sebelah Laika.

“Ooh..nggak…sama teman.”

“Edi.” Edi mengulurkan tangan dan menyalami pria ini, tangannya begitu dingin. “Laika” Laika yang berpakaian serba hitam dan berlipstik merah menyala juga menyalaminya dengan ramah.

“Drakula” Laila menjerit kecil dan tertawa begitu pria ini memperkenalkan dirinya dengan dramatis. Ia menunduk dan mencium punggung tangan Laika. Kurang ajar..Laika ‘kan kencanku malam ini! Kalau datang sendirian bukan berarti boleh merebut kencan orang dong!! Edi cuma bisa melirik dengan sebal ke Mr. Drakula ini dari bawah topi runcingnya. Edi tidak bisa menebak umurnya sama sekali. Mukanya pucat dan kulitnya terlihat begitu tipis.

“Dandan sendiri?” Laika bertanya sambil memandang kagum ke rambut licin dan telinga Mr.Drakula. Pertanyaan yang hanya dijawab dengan senyuman penuh arti dan sebuah kedipan nakal, “Coba tebak.” Lagi-lagi Laika terpekik senang.

“Saya pernah baca di buku teks kimia berbahasa Inggris, ada penyakit yang namanya porphyria, sebuah penyakit darah keturunan yang sangat jarang. Penyakit yang terjadi karena ada kesalahan dalam proses pembuatan hemoglobin, sebuah metalloprotein pengikat besi yang berfungsi sebagai pengangkut oksigen dalam darah. Hemoglobin terdiri dari empat protein heme yang tersemat di keempat globular protein (globin) yang membentuk hemoglobin. Heme sendiri adalah nama sebutan untuk cincin porphyrin yang berisi satu atom besi. Kegagalan genetik pada beberapa enzim yang berperan dalam biosintesis porphyria menyebabkan penumpukan beberapa precursor porphyrin spesifik di sel-sel darah merah, cairan tubuh dan hati.”

“Jadi?” Mr. Drakula menaikkan alis kanannya. Edi merasa terkejut sendiri karena ia lagi-lagi telah lepas kontrol, lupa mengerem kebiasaan buruknya, membombardir teman bicaranya dengan fakta-fakta ilmiah.

“Mmh..yah…ada sebuah isomer abnormal dari precursor porphyrin yang bernama Uroporphyrinogen I, molekul ini menyebabkan air seni menjadi berwarna merah dan gigi yang glow in the dark (bersinar dalam gelap). Kulit juga menjadi sangat amat sensitif terhadap sinar matahari, dan akibatnya tentu saja, penderita penyakit ini menghindari keluar di siang hari, yang menyebabkan warna kulit mereka jadi putih pucat .” Edi menyelesaikan kalimatnya dengan enggan, suaranya makin lama makin kecil di bawah tatapan mata Laika dan Mr. Drakula yang jelas-jelas menganggap dirinya aneh mengangkat topik yang sedemikian serius di tengah-tengah pesta kostum. Padahal niatnya hanyalah merebut perhatian Laika kembali.

“Hmmm…menarik…jadi menurut saudara, drakula hanyalah sebuah tokoh khayalan yang lahir dari informasi simpang siur mengenai para penderita penyakit porphyria ini?” berbeda dengan Laika yang wajahnya mulai kusut karena terseret dalam percakapan yang makin serius saja, Mr. Drakula justru menunjukkan rasa ingin tahunya.

“Yah..kira-kira begitulah yang saya baca. Penyakit ini menyebabkan penderitanya mengalami anemia yang sangat parah. Pada jaman sekarang, suntikan hematin, sebuah molekul turunan dari darah dapat meringankan serangan dadakan yang dapat berupa sakit di berbagai bagian di tubuh, halusinasi dan bahkan kejang-kejang karena penyakit ini dapat mempengaruhi sistem saraf juga. Fakta bahwa penderita Porphyria menderita anemia inilah yang saya rasa menciptakan mitos bahwa drakula gemar meminum darah.”

“Hmm… dan tidak tertutup kemungkinan bahwa orang-orang jaman dahulu yang belum kenal hematin berusaha mengurangi penderitaannya dengan minum darah?” tanya Mr. Drakula lagi sambil menatap Edi tajam-tajam.

“Wah…kalau soal itu saya tidak tahu…buku yang saya baca adalah buku ilmiah, tulisan di dalamnya mencoba mengupas masalah dari sudut pandang sains.” Edi lagi-lagi tertunduk dan menatap gelasnya. Biar bagaimana keras pun ia berusaha, pengetahuannya tidak cukup untuk meredam daya tarik Mr. Drakula yang luar biasa. Ia sendiri merasakan betapa dirinya terhanyut ke dalam atmosfir misterius yang tercipta dengan sendirinya dari suara Mr. Drakula yang tenang dan gaya bicaranya yang pelan, belum lagi matanya yang seolah-olah sanggup meghisap lawan bicaranya ke dalamnya.

“Aduuuh..udah deh jangan ngomongin yang susah-susah, ini ‘kan Halloween Party!! Tuh orang-orang lagi pada disko di dance floor!” Laika cembetut dan melirik ke arah Edi dengan kesal. Edi yang menangkap isyarat sebal dari Laika menundukkan wajahnya lagi dalam-dalam. Ia menatap wajahnya yang bulat dan berlemak yang memantul dari meja bar yang dilapisi cermin. Aahh…ini memang bukan wajah yang cocok untuk berada di ruangan ini. Topi penyihir yang bertengger di kepalaku ini pun hanya membuatku terlihat tambah tolol.

Tiba-tiba Edi merasakan dua belah tangan yang masing-masing memegang kedua lengannya. Edi menoleh dan terkejut melihat wajah Mr. Drakula yang begitu dekat di hadapannya.

“Edi, aku pinjam Laika sebentar ya?” tanyanya seraya ia lagi-lagi mengumbar senyumnya yang menawan. Melihat Laika yang tersenyum senang dan sudah berdiri serta siap mengikuti Mr. Drakula ke manapun ia pergi, Edi hanya bisa mengangguk kecil, “Uh..he-eh..” Dan ia pun terpaksa menundukkan kepalanya lagi melihat pantulan wajahnya sendiri di meja kaca.

“Edi, kamu mirip sekali dengan opa-mu waktu masih muda. Tapi ia jauh lebih pintar daripada kamu dalam menghibur wanita.” Edi terkejut dan menoleh, lagi-lagi Si Mr. Drakula yang berbisik di kupingnya. Selesai mengucapkan kata-katanya ia pun mengedipkan matanya ke Edi dan menyusul Laika yang sudah berjalan duluan ke arah dance floor, dan mereka pun langsung hilang di tengah lautan manusia.

Edi yang ditinggal sendirian hanya bisa ternganga. Bagaimana ia bisa tahu aku mirip opa? Bagaimana ia bisa tahu opa dulu dikenal sebagai perayu wanita? Dan kenapa wajah Mr. Drakula tidak terpantul oleh cermin yang memantulkan wajahku?! LAIKA DALAM BAHAYA!!!

Catatan :
Artikel ini dibuat berdasarkan fakta dan mitos yang ada. Dugaan bahwa Porphyria adalah penyakit di belakang mitos drakula pertama kali diajukan oleh David Dolphin, seorang biokimiawan di sebuah pertemuan American Association for the Advancement of Science pada tahun 1985. Penyakit Porphyria adalah penyakit genetika, penyakit keturunan yang tidak bisa ditularkan lewat cairan tubuh seperti darah (drakula yang bertambah banyak dengan cara menularkan ke-drakula-annya lewat menghisap darah dari leher korbannya hanyalah bumbu film horor belaka). Penyakit Porphyria ini terbagi dalam beberapa kelas, dan hanya beberapa di antaranya yang menyebabkan si penderita mempunyai gejala-gejala ke-drakula-an.

Brassinolide, Steroid Perangsang Tumbuhan


Mendengar kata steroid, pikiran kita langsung tertuju kepada anabolic steroid, obat perangsang meningkatnya metabolisme hormonal tubuh manusia sehingga menjadi lebih kuat. Steroid ini di dalam dunia olahraga sering menimbulkan kontroversi, mengingat prestasi seseorang dapat meningkat dengan mengkonsumsinya, sementara di pihak lain, konsumsi steroid dapat menimbulkan efek samping bagi kesehatan manusia.

Lalu apa hubungan brassinolide dengan steroid ?

Brassinolide atau secara ilmiah disebut sebagai brassinosteroid merupakan salah satu dari sekian banyak jenis hormon yang ditemukan di dalam tumbuhan. Sebetulnya hormon yang ditemukan di tumbuhan ini, memiliki struktur kimia yang mirip dengan steroid yang sudah terlebih dahulu ditemukan pada kingdom animalia (hewan). Baik yang terdapat di tumbuhan maupun di hewan, merupakan hormon yang larut dalam lemak, dan mempunyai struktur basa tetrasiklo. Struktur basa memiliki empat cincin yang saling terpaut dan terdiri dari tiga cincin sikloheksan dan satu cincin siklopentan.

Brassinolide tersintesis dari asetil CoA melalui jalur asam mevalonik di dalam metabolisme sel tumbuhan. Perbedaan pre-kursor di jalur asam mevalonik, dalam biosintesis steroid pada tumbuhan dan hewan menghasilkan produk steroid yang berbeda, pada tumbuhan menghasilkan brassinolide dan pada hewan menghasilkan kolesterol, dan yang lain lagi pada cendawan menghasilkan ergosterol (Bishop & Yokota, 2001)



Apa yang menarik dari brassinolide ?

Brassinolide adalah hormon terbaru yang ditemukan pada tumbuhan. Brassinolide baru berhasil diisolasi dan dikenali pada tahun 1979 oleh Grove dan rekan-rekannya. Coba kita bandingkan dengan beberapa hormon tumbuhan yang telah dikenal sejak lama. Auksin adalah hormon tumbuhan yang paling pertama berhasil diisolasi yaitu pada tahun 1885 oleh Salkowski dan rekan-rekannya. Selanjutnya etilen berhasil diisolasi pada tahun 1901 oleh Dimitry Neljubow, giberellin pada tahun 1938 oleh Yabuta dan Sumuki, sitokinin pada tahun 1955 oleh Miller dan rekan-rekannya, dan berikutnya adalah asam absisik yang berhasil diisolasi pada tahun 1963 oleh Frederick Addicott (www.plant-hormones.info). Karena masih merupakan penemuan terbaru, di berbagai text book Indonesia yang membahas tentang hormon tumbuhan, masih sangat jarang ditemukan pembahasan tentang brassinolide / brassinosteroid, terkecuali pada jurnal-jurnal ilmiah internasional dan informasi online melalui internet.

Penemuan brassinolide ini sebetulnya tidak disengaja, ketika pada tahun 1970 Mitchel dan rekan-rekannya menemukan perangsang pertumbuhan pada ekstrak minyak yang dihasilkan di serbuk sari, yang pada awalnya diperkirakan sebagai giberellin, karena mirip dengan sifat promotif giberellin pada tumbuhan. Keberhasilan Grove dan rekan-rekannya pada tahun 1979, mengisolasi senyawa yang terkandung di dalam minyak inilah yang selanjutnya mengantar kepada studi lebih lanjut mengenai brassinolide (termasuk jalur biosintesis, respon dan signaling-nya). Sampai akhirnya juga diketahui adanya kemiripan struktur dengan steroid pada hewan dan cendawan.

Lalu apa fungsi brassinolide itu sendiri ?

Seperti disampaikan sebelumnya, bahwa brassinolide memiliki respon yang mirip dengan giberellin. Pada suatu kasus misalnya seorang mahasiswa pertanian melakukan penelitian tentang respon giberellin pada sebuah tanaman kerdil abnormal, mereka akan bingung ketika tidak terdapat respon tanaman terhadap aplikasi giberelin, selanjutnya mereka menjadi tambah kebingungan ketika berhasil mengisolasi gen yang terkait dengan fungsi giberelin ternyata tidak terdapat perbedaan sekuens dibandingkan dengan tanaman normalnya. Bisa jadi sifat kerdil abnormal tersebut disebabkan karena rendahnya kandungan brassinolide dalam sel atau penyimpangan gen terkait dengan fungsi brassinolide.

Secara rinci beberapa fungsi brassinolide adalah sebagai berikut :
  • meningkatkan laju perpanjangan sel tumbuhan
  • menghambat penuaan daun (senescence)
  • mengakibatkan lengkuk pada daun rumput-rumputan
  • menghambat proses gugurnya daun
  • menghambat pertumbuhan akar tumbuhan
  • meningkatkan resistensi pucuk tumbuhan kepada stress lingkungan
  • menstimulasi perpanjangan sel di pucuk tumbuhan
  • merangsang pertumbuhan pucuk tumbuhan
  • merangsang diferensiasi xylem tumbuhan
  • menghambat pertumbuhan pucuk pada saat kahat udara dan endogenus karbohidrat.

Manfaat-manfaat semacam itu cukup baik untuk dipelajari lebih lanjut pada tingkat ristek, akan tetapi untuk aplikasi secara massal di lapangan rasanya belum memungkinkan, karena harga brassinolide dan kelompok brassinosteroid lainnya masih cukup mahal.


Mengenal dan Menangkal Radikal Bebas


Sampai permulaan abad ke 20, tidak seorangpun percaya bahwa suatu senyawa bernama radikal bebas dapat berada dalam keadaan bebas. Para ilmuwan masih menggunakan istilah radikal bebas untuk suatu kelompok atom yang membentuk suatu molekul. Perubahan terjadi ketika pada abad ke 20 seorang Rusia bernama Moses Gomberg yang lahir di Blisavetgrad pada tahun 1866, membuat radikal bebas organik pertama dari trifenilmetan, senyawa hidrokarbon yang digunakan sebagai bahan dasar berbagai zat pewarna.

Berdasarkan penelitian Gomberg dan ilmuwan lainnya, istilah radikal bebas kemudian diartikan sebagai molekul yang relatif tidak stabil, mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan di orbit luarnya. Molekul tesebut bersifat reaktif dalam mencari pasangan elektronnya. Jika sudah terbentuk dalam tubuh maka akan terjadi reaksi berantai dan menghasilkan radikal bebas baru yang akhirnya jumlahnya terus bertambah.

Oksigen yang kita hirup akan diubah oleh sel tubuh secara konstan menjadi senyawa yang sangat reaktif, dikenal sebagai senyawa reaktif oksigen yang diterjemahkan dari reactive oxygen species(ROS), satu bentuk radikal bebas. Perisitiwa ini berlangsung saat proses sintesa energi oleh mitokondria atau proses detoksifikasi yang melibatkan enzim sitokrom P-450 di hati. Produksi ROS secara fisiologis ini merupakan konsekuensi logis dalam kehidupan aerobik.

Sebagian ROS berasal dari proses fisiologis tersebut (ROS endogen) dan lainnya adalah ROS eksogen, seperti berbagai polutan lingkungan (emisi kendaraan bermotor dan industri, asbes, asap roko, dan lain-lain), radiasi ionisasi, infeksi bakteri, jamur dan virus, serta paparan zat kimia (termasuk obat) yang bersifat mengoksidasi. Ada berbagai jenis ROS, contohnya adalah superoksida anion, hidroksil, peroksil, hidrogen peroksida, singlet oksigen, dan lain sebagainya. Pada Gambar 1 contoh produksi ROS pada proses sintesa energi dalam mitokondria, netralisasi oleh antioksidan enzimatis dan efeknya terhadap saraf motorik.

sel-rusak

Gambar 1. Produksi ROS pada proses sintesa energi dalam mitokondria, netralisasi oleh antioksidan enzimatis dan efeknya terhadap saraf motorik (sumber: www.als.ca/if_you_have_als/als_introduction_diagnosis.aspx).

Pada kenyatannya, segala sesuatu dalam hidup ini memang diciptakan sang pencipta alam secara seimbang. Sistem defensif dianugerahkan terhadap setiap sel berupa perangkat antioksidan enzimatis (glutathione, ubiquinol, catalase, superoxide dismutase,hydroperoxidase, dan lain sebagainya). Antioksidan enzimatis endogen ini pertama kali dikemukakan oleh J.M. Mc Cord dan I. Fridovich (ilmuwan Amerika pada tahun 1968) yang menemukan enzim antioksidan alami dalam tubuh manusia dengan nama superoksida dismutase (SOD). Hanya dalam waktu singkat setelah teori tersebut disampaikan, selanjutnya ditemukan enzim-enzim antioksidan endogen lainnya seperti glutation peroksidase dan katalase yang mengubah hidrogen peroksidase menjadi air dan oksigen.

Sebenarnya radikal bebas, termasuk ROS, penting artinya bagi kesehatan dan fungsi tubuh yang normal dalam memerangi peradangan, membunuh bakteri, dan mengendalikan tonus otot polos pembuluh darah dan organ-organ dalam tubuh kita. Namun bila dihasilkan melebihi batas kemampuan proteksi antioksidan seluler, maka dia akan menyerang sel itu sendiri. Struktur sel yang berubah turut merubah fungsinya, yang akan mengarah pada proses munculnya penyakit.

Stres oksidatif (oxidative stress) adalah ketidakseimbangan antara radikal bebas (prooksidan) dan antioksidan yang dipicu oleh dua kondisi umum:

  • Kurangnya antioksidan
  • Kelebihan produksi radikal bebas

Keadaan stress oksidatif membawa pada kerusakan oksidatif mulai dari tingkat sel, jaringan hingga ke organ tubuh, menyebabkan terjadinya percepatan proses penuaan dan munculnya penyakit. Berbagai penyakit yang telah diteliti dan diduga kuat berkaitan dengan aktivitas radikal bebas mencakup lebih dari 50, di antaranya adalah stroke, asma, diabetes mellitus, berbagai penyakit radang usus, penyumbatan kronis pembuluh darah di jantung, parkinson, hingga AIDS.

Teori penuaan dan radikal bebas pertama kali digulirkan oleh Denham Harman dari University of Nebraska Medical Center di Omaha, AS pada 1956 yang menyatakan bahwa tubuh mengalami penuaan karena serangan oksidasi dari zat-zat perusak. Kanker dan tumor banyak disepakati para ilmuwan sebagai penyakit yang berawal dari mutasi gen atau DNA sel. Radikal bebas dan reaksi oksidasi berantai yang dihasilkan jelas berperan pada proses mutasi ini. Bahaya lainnya yang ditimbulkan radikal bebas adalah bila bereaksi dengan low-density lipoprotein (LDL)-cholesterol menjadi bentuk yang reaktif, dikenal faktual sebagai faktor resiko penyakit jantung.

Dugaan bahwa radikal bebas tersebar di mana-mana, pada setiap kejadian pembakaran seperti merokok, memasak, pembakaran bahan bakar pada mesin dan kendaraan bermotor. Paparan sinar ultraviolet yang terus-menerus, pestisida dan pencemaran lain di dalam makanan kita, bahkan karena olah raga yang berlebihan, menyebabkan tidak adanya pilihan selain tubuh harus melakukan tindakan protektif. Langkah yang tepat untuk menghadapi “gempuran” radikal bebas adalah dengan mengurangi paparannya atau mengoptimalkan pertahanan tubuh melalui aktivitas antioksidan.

Pemahaman ilmiah tentang hubungan radikal bebas dengan antioksidan baru muncul pada tiga hingga empat dekade terakhir ini. Hingga kini, berbagai uji kimiawi, biokimia, klinis dan epidemiologi banyak mendukung efek protektif antioksidan terhadap penyakit akibat stres oksidatif.

Selain jenis antioksidan enzimatis seperti yang disebut di awal, dikenal pula jenis antioksidan nonenzimatis. Jenis ini dapat berupa golongan vitamin, seperti vitamin C, vitamin E serta golongan senyawa fitokimia. Suplemen vitamin banyak beredar di pasaran dalam berbagai dosis. Namun perlu diketahui, hingga saat ini para ahli masih sulit memastikan berapa komposisi yang seimbang antara radikal bebas dan antioksidan di dalam tubuh.

Beberapa antioksidan dalam dosis tertentu bisa berubah sifat menjadi prooksidan. Selain itu masalah dosis bersifat normatif, tergantung dari kondisi individu itu sendiri. Individu yang memang selalu berada dalam lingkungan yang memicu keadaan stres oksidatif, bisa mengkonsumsi suplemen vitamin. Sementara individu yang hidupnya relatif tenang, tidak memerlukannya, karena asupan dari makanan sehari-hari yang berkualitas sudah mencukupi.

Vitamin E dan C dikenal sebagai antioksidan yang potensial dan banyak dikonsumsi. Penelitian yang terbaru berdasarkan hasil studi epidemiologi menunjukkan asupan sehari vitamin E lebih dari 400 IU akan meningkatkan resiko kematian dan harus dihindari. Sementara dosis konsumsi vitamin E bagi orang dewasa normal cukup 8-10 IU per hari. Selama ini di pasaran suplemen vitamin E dan C umumnya dijual dalam dosis relatif tinggi. Beberapa produk mengandung vitamin C 1000 mg per tablet. Padahal, kecukupan gizi vitamin C per hari bagi orang dewasa yang hidup tenang, tidak stres atau kondisi lain yang tidak sehat, adalah sekitar 60-75 mg per hari. Untuk mereka yang tinggal di kota besar yang penuh polusi seperti Jakarta, dosis 500 mg bisa diterima.

Vitamin C dan E memang sudah lebih dulu dikenal sebagai jenis antioksidan yang efektif, namun keberadaan senyawa fitokimia sebagai satu alternatif senyawa antioksidan menjadi daya tarik luar biasa bagi para peneliti belakangan ini. Katakanlah, senyawa fenolik. Senyawa ini terdistribusi luas dalam berjuta spesies tumbuh-tumbuhan dan sejauh ini telah tercatat lebih dari 8000 struktur senyawa fenolik diketahui. Komponen fenolik merupakan bagian integral dari diet makanan manusia, terkandung dalam sayuran, buah-buahan, rempah-rempah, dan sebagainya.

Walaupun asupan fenolik bervariasi tergantung lokasi geografi, diperkirakan asupan manusia seharinya berkisar 20 mg- 1 g, melebihi vitamin E. Berbagai hasil penelitian membuktikan senyawa fenolik kurkumin dari kunyit dan polifenol katekin dari teh bersifat protektif terhadap kanker lambung dan usus. Atau contoh lainnya adalah isoflavon yang banyak terdapat pada kedelai, ginseng, buah dan sayur, dapat menurunkan risiko kanker payudara.

Senyawa lainnya adalah senyawa karotenoid. Amerika Serikat mencatat kanker prostat sebagai penyebab kematian kedua setelah kanker paru-paru di negaranya. Vogt TM dan rekan melaporkan kadar likopen dalam serum warga kulit hitam AS lebih rendah dibandingkan kulit putih. Hal ini patut diperhitungkan, mengingat tingginya kejadian kanker prostat di kalangan warga kulit hitam.

Penduduk negara mediteranian, seperti Italia, Yunani, Spanyol, Mesir, Siprus dan Maroko memiliki tradisi mengkonsumsi tomat. Studi epidemiologi di beberapa daerah di Italia dan Yunani menunjukkan angka kejadian yang rendah untuk penyakit kardiovaskular dan beberapa jenis kanker seperti kolon, payudara, dan prostat.

Tomat dikenal kaya dengan senyawa karotenoid, terutama likopen. Kandungan terbesarnya dalam tomat adalah dalam bentuk trans, namun dalam proses pemasakan berubah menjadi bentuk sis. Hal ini diduga juga terjadi secara in vivo. Likopen merupakan senyawa yang amat sulit larut dalam air. Dalam tomat sendiri, likopen berikatan dengan membran dan tidak mudah lepas. Selama proses pemasakan, ikatan tersebut melemah. Ini yang menjadi penyebab kandungan likopen pada tomat yang dimasak lebih banyak dibandingkan tomat segar.

Struktur kimia likopen membuatnya sebagai senyawa nonpolar yang jauh lebih mudah larut dalam minyak. Tradisi masakan mediteranian yang kerap berbahan tomat yang dimasak dengan minyak zaitun (olive oil) ternyata menghasilkan pelepasan likopen secara optimal dan membuatnya lebih efisien penyerapannya, sehingga mudah masuk ke jaringan dan sel.

Hingga saat ini, studi epidemiologi yang telah dilakukan secara konsisten menunjukkan hubungan terbalik antara konsumsi sayuran dan buah-buahan dengan resiko penyakit kardiovaskuler dan beberapa jenis kanker.

Fakta ini membuat salah satu pusat penelitian kanker di Amerika yaitu National Cancer Institute dan European School of Oncology Task Force on Diet, Nutrition and Cancer merekomendasikan konsumsi buah dan sayuran 5 kali atau lebih dalam sehari untuk mencegah terjadinya penyakit kanker. Hal yang sama juga dilakukan pemerintah Jepang yang dikenal begitu gencar melakukan promosi kesehatan. Kenko Nihon 21 mencantumkan target konsumsi sayuran bagi orang jepang : lebih dari 350 gr sehari. Dengan kondisi alam yang subur, kekayaan varietas tanaman dan tradisi makanan kaya rempah, manusia Indonesia pun tentu sangat mungkin menerapkannya.

Daftar bacaan

1. Encyclopaedia Britannica.
2. Emerit, Free Radical and Aging, , Birkhauser, England.
3. John H. Weisburger,Lycopene and tomato products in health promotion, American Health Foundation, 2002.
4. M.A. Soobrattee, V.S. Neergheen, et.al, Phenolic as potential antioxidant therapeutic agents: Mechanism and actions, Mutation Research, 579(1-2):200-13, 2005

Bioremoval, Metode Alternatif Untuk Menanggulangi Pencemaran Logam Berat

Mungkin istilah logam berat sudah tak asing bagi para kimiawan. Dari nomor atom sampai efek fisiologis telah secara rinci dibahas dalam buku-buku kimia terutama kimia anorganik dan kimia lingkungan. Tapi tak demikian dengan orang awam. Mungkin istilah logam berat masih terasa asing di telinga mereka dan didefinisikan secara sederhana saja yaitu logam yang berat (dalam artian ditimbang) seperti besi, baja, aluminium dan tembaga. Terlepas dari definisi di atas, biasanya dalam literatur kimia istilah “logam berat” digunakan untuk memerikan logam-logam yang memiliki sifat toksisitas (racun) pada makhluk hidup.
Menurut Vouk (1986) terdapat 80 jenis dari 109 unsur kimia di muka bumi ini yang telah teridentifikasi sebagai jenis logam berat. Berdasarkan sudut pandang toksikologi, logam berat ini dapat dibagi dalam dua jenis. Jenis pertama adalah logam berat esensial, di mana keberadaannya dalam jumlah tertentu sangat dibutuhkan oleh organisme hidup, namun dalam jumlah yang berlebihan dapat menimbulkan efek racun. Contoh logam berat ini adalah Zn, Cu, Fe, Co, Mn dan lain sebagainya. Sedangkan jenis kedua adalah logam berat tidak esensial atau beracun, di mana keberadaannya dalam tubuh masih belum diketahui manfaatnya atau bahkan dapat bersifat racun, seperti Hg, Cd, Pb, Cr dan lain-lain. Logam berat ini dapat menimbulkan efek kesehatan bagi manusia tergantung pada bagian mana logam berat tersebut terikat dalam tubuh. Daya racun yang dimiliki akan bekerja sebagai penghalang kerja enzim, sehingga proses metabolisme tubuh terputus. Lebih jauh lagi, logam berat ini akan bertindak sebagai penyebab alergi, mutagen, teratogen atau karsinogen bagi manusia. Jalur masuknya adalah melalui kulit, pernapasan dan pencernaan.
Menurut Nordberg., et.al (1986) logam berat jika sudah terserap ke dalam tubuh maka tidak dapat dihancurkan tetapi akan tetap tinggal di dalamnya hingga nantinya dibuang melalui proses ekskresi. Hal serupa juga terjadi apabila suatu lingkungan terutama di perairan telah terkontaminasi (tercemar) logam berat maka proses pembersihannya akan sulit sekali dilakukan. Kontaminasi logam berat ini dapat berasal dari faktor alam seperti kegiatan gunung berapi dan kebakaran hutan atau faktor manusia seperti pembakaran minyak bumi, pertambangan, peleburan, proses industri, kegiatan pertanian, peternakan dan kehutanan, serta limbah buangan termasuk sampah rumah tangga.

Menyadari ancaman yang begitu besar dari pencemaran logam berat, maka berbagai metode alternatif telah banyak digunakan seperti dengan cara mengurangi konsentrasi logam berat yang akan dibuang ke perairan, tetapi dalam jangka waktu yang lama, perlakuan tersebut dapat merusak lingkungan akibat dari akumulasi logam berat yang tidak sebanding dengan masa “recovery (perbaikan)” dari lingkungan itu sendiri. Teknik yang lebih baik dari teknik di atas adalah penetralan logam berat yang aktif menjadi senyawa yang kurang aktif dengan menambahkan senyawa-senyawa tertentu, kemudian dilepas ke lingkungan perairan, namun pembuangan logam berat non-aktif juga menjadi masalah karena dapat dengan mudah mengalami degradasi oleh lingkungan menjadi senyawa yang dapat mencemari lingkungan. Cara lain adalah reverse osmosis, elektrodialisis, ultrafiltrasi dan resin penukar ion.

Reverse osmosis adalah proses pemisahan logam berat oleh membran semipermeabel dengan menggunakan perbedaan tekanan luar dengan tekanan osmotik dari limbah, kerugian sistem ini adalah biaya yang mahal sehingga sulit terjangkau oleh industri di Indonesia. Teknik elektrodialisis menggunakan membran ion selektif permeabel berdasarkan perbedaan potensial antara 2 elektroda yang menyebabkan perpindahan kation dan anion, juga menimbulkan kerugian yakni terbentuknya senyawa logam-hidroksi yang menutupi membran, sedangkan melalui ultrafiltrasi yaitu penyaringan dengan tekanan tinggi melalui membran berpori, juga merugikan karena menimbulkan banyak sludge (lumpur). Resin penukar ion berprinsip pada gaya elektrostatik di mana ion yang terdapat pada resin ditukar oleh ion logam dari limbah, kerugian metode ini adalah biaya yang besar dan menimbulkan ion yang ter-remove sebagian.

Menilik pada berbagai kelemahan metode di atas, maka dewasa ini para peneliti sedang menggalakkan pencarian metode alternatif lain. Salah satunya adalah pengunaan mikroorganisme untuk mengabsorpsi logam berat atau biasa disebut dengan bioremoval. Keuntungan penggunaan mikroorganisme sebagai bioremoval menurut Kratochvil dan Voleski (1998) adalah biaya yang rendah, efisiensi yang tinggi, biosorbennya dapat diregenerasi, tidak perlu nutrisi tambahan, kemampuannya dalam me-recovery logam dan sludge yang dihasilkan sangat minim. Dilihat dari keuntungannya itu, maka bioremoval lebih efektif dibanding dengan pertukaran ion dan reverse osmosis dalam kaitannya dengan sensitifitas kehadiran padatan terlarut (suspended solid), zat organik dan logam berat lainnya serta lebih baik dari proses pengendapan (precipitation) bila dikaitkan dengan kemampuan menstimulasikan perubahan pH dan konsentrasi logam beratnya.

Bioremoval dan Bioabsorpsi

Istilah bioabsorpsi tidak dapat dilepaskan dari istilah bioremoval karena bioabsorpsi merupakan bagian dari bioremoval. Bioremoval dapat diartikan sebagai terkonsentrasi dan terakumulasinya bahan penyebab polusi atau polutan dalam suatu perairan oleh material biologi, yang mana material biologi tersebut dapat me-recovery polutan sehingga dapat dibuang dan ramah terhadap lingkungan. Sedangkan berdasarkan kemampuannya untuk membentuk ikatan antara logam berat dengan mikroorganisme maka bioabsorpsi merupakan kemampuan material biologi untuk mengakumulasikan logam berat melalui media metabolisme atau jalur psiko-kimia. Proses bioabsorpsi ini dapat terjadi karena adanya material biologi yang disebut biosorben dan adanya larutan yang mengandung logam berat (dengan afinitas yang tinggi) sehingga mudah terikat pada biosorben.

Beberapa jenis mikroorganisme yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan bioabsorpsi terutama adalah dari golongan alga yakni alga dari divisi Phaeophyta, Rhodophyta dan Chlorophyta. Logam-logam yang dapat diabsorbsi/di-remove adalah logam berat beracun, logam esensial dan radionuklida.

Tabel. Perbandingan selektifitas mikroorganisme terhadap logam berat

Mikrooganisme

Logam berat yang di remove berdasarkan beberapa penelitian
Mucur mucedo
Rhizopus stolonifer

Aspergillus orizae

Penecillium chrysogenum

Ecklonia radiata
Saccharomyces cerevisie
Chlorella vulgaris
Phellinus badius
Pinus radiata
Sargassum sp.

Durvillea potatorum

Myriophylium spicatum

Chiarella vulgaris

Ganoderma lucidum

Aspergillus niger

Pseudomonas syringae

Solanum elaeagnifolium
Phanerochaete chrysosporium
Absidia sp.
Cu
Cu,Cd,Zn,U,Pb
Cu
Cu
Cu,Pb,Cd,Cr
Cu,Pb,Cd,Ni
Pb,As
Pb,Cd
Pb,Cd
Cu,Cr,Fe
Zn
Pb,Zn,Cu
Cu
Cr,Cu
Cr,Cu
Hg,Zn,Cd
Cu,Cr,Pb,Ni,Zn
Ni,Cu,Pb
Pb,U,Cu

*) Dari pelbagai sumber


Mekanisme Proses Bioabsorpsi

Sebagian besar mekanisme pembersihan logam berat oleh mikrooganisme adalah proses pertukaran ion yang mirip pertukaran ion pada resin. Mekanisme pertukaran ion ini dapat dirumuskan sebagai:

A2+ + (B-biomassa) –> B2+ + (A-biomassa)

Mekanisme ini dapat dibagi atas 3 cara yakni berdasarkan metabolisme sel (dibagi atas; proses yang bergantung pada metabolisme dan proses yang tidak bergantung pada metabolisme sel). Sedangkan jika berdasarkan posisi logam berat di-remove, dapat dibagi atas; akumulasi ekstraseluler (presipitasi), akumulasi intraseluler dan penyerapan oleh permukaan sel. Dan untuk mekanisme yang terakhir adalah berdasarkan cara pengambilan (absorbsi) logam berat.

Cara pengambilan (absorbsi) logam berat dapat dibagi dua yakni :

1. Passive uptake. Proses ini terjadi ketika ion logam berat terikat pada dinding sel biosorben. Mekanisme passive uptake dapat dilakukan dengan dua cara, pertama dengan cara pertukaran ion di mana ion pada dinding sel digantikan oleh ion-ion logam berat; dan kedua adalah pembentukan senyawa kompleks antara ion-ion logam berat dengan gugus fungsional seperti karbonil, amino, thiol, hidroksi, fosfat, dan hidroksi-karboksil secara bolak balik dan cepat. Sebagai contoh adalah pada Sargassum sp. dan Eklonia sp. di mana Cr(6) mengalami reaksi reduksi pada pH rendah menjadi Cr(3) dan Cr(3) di-remove melalui proses pertukaran kation.


Gambar. Proses pasisive uptake Cr pada permukaan membran sel
Sumber : Cossich., et.al (2002)

2. Aktif uptake. Mekanisme masuknya logam berat melewati membran sel sama dengan proses masuknya logam esensial melalui sistem transpor membran, hal ini disebabkan adanya kemiripan sifat antara logam berat dengan logam esensial dalam hal sifat fisika-kimia secara keseluruhan. Proses aktif uptake pada mikroorganisme dapat terjadi sejalan dengan konsumsi ion logam untuk pertumbuhan dan akumulasi intraselular ion logam.

Menghitung Jumlah Logam berat yang Teradsorpsi

Untuk mengetahui jumlah logam berat yang mengalami proses bioabsorpsi oleh mikroorganisme dapat dihitung dengan pendekatan konstanta Langmuir yaitu :

Q =

Q = miligram logam yang diakumulasi per gram
Ceq = besar konsentrasi logam pada larutan
Qmax = maksimum serapan spesifik dari biosorben
b = rasio bioabsorpsi

Perhitungan di atas berlaku pada pH konstan dan untuk bioabsorpsi 1 jenis logam saja.

Salah satu contoh penelitian yang mengunakan konstanta langmuir untuk menghitung jumlah logam berat yang teradsorpsi oleh mikroorganisme adalah penelitian oleh Voleski (2005), pada penelitiannya terhadap 3 jenis Sargassum untuk menyerap logam berat Cd, Cu dan Uranium (U) diperoleh data bahwa penyerapan Cd pada pH 4,5 adalah 87 mg Cd/g untuk Sargassum vulgare, 80 mg Cd/g untuk Sargassum fluitans dan 74 mg Cd/g untuk Sargassum filipendula. Sedangkan untuk penyerapan Cu pada Sargassum vulgare adalah 59 mg Cu/g, Sargassum filipendula 56 mg Cu/g, Sargassum fluitans 51 mg Cu/g dan untuk penyerapan Uranium oleh sargassum adalah > 500 mg U/g.

Penutup

Ulasan tentang bioremoval sebagaimana telah disajikan dalam tulisan ini mungkin hanya sebagian kecil dari cakupan penelitian dan bahasan ilmu tentang bioremoval. Tetapi setidaknya penulis berharap dapat membuka wacana tentang pentingnya pemanfaatan mikroorganisme di Indonesia.

Penggunaan mikroorganisme sebagai metode alternatif sangat baik diterapkan di Indonesia karena metode ini tidak memerlukan biaya yang tinggi dan alat yang canggih tetapi hanya memanfaatkan mikroorganisme selektif yang mampu me-recovery logam berat menjadi logam yang aman bagi lingkungan. Walaupun ada beratus jenis spesies mikroorganisme yang telah diidentifikasi, namun sangat sedikit diantaranya telah teridentifikasi sebagai mikroorganisme yang mempunyai daya tahan yang tinggi terhadap pengaruh toksisitas suatu ion logam berat. Pada beberapa kasus juga, sangat terbatas riset yang melakukan studi banding terhadap beberapa jenis mikroorganisme, di mana hasilnya selalu memiliki banyak perbedaan dalam efisiensi ikatan antara logam berat dengan spesies mikroorganisme. Bahkan perbedaan ini dapat terjadi pada strain dari spesies tunggal dengan kondisi psiko-kimia yang sama.

Menyadari bahwa metode ini belum sepenuhnya sempurna, maka diperlukan berbagai penelitian lebih lanjut untuk menunjang efektivitas metode bioremoval dalam menanggulangi pencemaran logam berat. Dalam perspektif pelestarian lingkungan, pencarian metode penanganan limbah yang efektif merupakan langkah awal yang seyogianya dilakukan di Indonesia. Dalam konteks ini, pengembangan metode bioremoval pantas diperhitungkan.

DAFTAR PUSTAKA

Cossich, E.S., C.R.G Tavares., T.M.K.Ravagnani., Biosorption of chromium(III) by Sargassum sp. Biomass. Universidad Catolica de Valparaiso. Chile, Vol. 5 No. 2, Issue of August 15, 2002.

Elankumaran R., Raj Mohan B., M. N. Madhyastha., Biosorption of Copper from Contaminated Water by Hydrilla verticillata Casp. and Salvinia sp.. Karnataka Regional Engineering College), 575 025 Surathkal. India, July 2003.

Gavrilescu, M., Removal of Heavy Metals from the Environment by Biosorption. Technical Engineering in Life Sciences. Univ. of Iasi, Romania, Vol 4 No 3, p 219-232, 2004.

Kratochvil, David., Volesky, Bohumil., 2005. Biosorption of Cu From Ferruginous Wastewater by Algal Biomass. Water Research journal. Mc Gill University, Canada.

Nakajama A., Sakaguchi T., Appl. Microbiol., 1986, 24, 59-64 Kratochvil, David. and Volesky, Bohumil. Advances in biosorption of heavy metals. Trends in Biotechnology, 1998, vol. 16, p. 291-300.

N, Ahalya., T.V., Ramachandra., R.D., Kanamadi.., 2004. Biosorption of Heavy Metals. Centre for Ecological Sciences, Indian Institute of Science, Bangalore, India.

Nordberg J. F., Parizek J., Pershagen G., and Gerhardsson L. 1986. Factor Influencing Effect and Dose-Respons Relationships of Metals. In: Freiberg L., Nordberg G.F., and Vouk V.B (Eds). Handbook on the Toxicology of Metals. Elsevier. New York

Putra, Johan Angga. 2005. Penanggulangan Pencemaran Logam Berat pada Perairan dengan Pendekatan Konsep Bioremoval. Karya Tulis Ilmiah. Universitas Lampung

St. Mihova., T.Godjevargova. 2001. Biosorption of Heavy Metals from Aqueous Solutions. University ”Prof. Dr. A. Zlatarov”, Bourgas 8010. ISSN 1311-8978.

Volesky, Bohumil., 2004. Biosorption. Biological and Environmental System group. Mc Gill University, Canada.

Volesky B, Holan ZR..,1995. Biosorption of Heavy Metals. Biotechnology Program. May-Jun;11(3):235-50.

Microsphere, Drug Delivery untuk Hepatitis B


Penyakit Hepatitis B merupakan salah satu penyakit menular yang berbahaya di dunia. Penyakit ini disebabkan oleh Virus Hepatitis B (VHB) yang menyerang hati dan menyebabkan peradangan hati akut atau menahun. Walaupun terdapat 7 macam virus Hepatitis yaitu A, B, C, D, E, F dan G, hanya Hepatitis B dan C yang berbahaya karena dapat menjadi kronis dan akhirnya menjadi kanker hati.

Penularan Hepatitis B dilakukan melalui pertukaran cairan tubuh atau kontak dengan darah dari orang yang terinfeksi Hepatitis B. Penularan biasanya terjadi melalui beberapa cara antara lain, penularan dari ibu ke bayi saat melahirkan, hubungan seksual, transfusi darah, jarum suntik, maupun penggunaan alat kebersihan diri (sikat gigi, handuk) secara bersama-sama. Di dunia ini, setiap tahun sekitar 10 juta hingga 30 juta orang terkena penyakit Hepatitis B. Walaupun penyakit Hepatitis B bisa menyerang setiap orang dari semua golongan umur tetapi umumnya yang terinfeksi adalah orang pada usia produktif. Ini berarti merugikan baik bagi si penderita, keluarga, masyarakat atau negara karena sumber daya potensial menjadi berkurang.

Selama ini ada dua cara pengobatan untuk hepatitis B, yaitu pengobatan telan (oral) dan secara injeksi. Salah satu pengobatan oral yang populer untuk penyakit ini adalah obat Lamivudine dari kelompok nukleosida analog, yang dikenal dengan nama 3TC. Sedangkan pengobatan secara injeksi yang saat ini sedang dikembangkan dalam bidang kedokteran nuklir baik skala industri maupun akademik adalah proses terapi yang dilakukan dengan menyuntikkan microsphere yang mengandung partikel radioaktif pemancar sinar ß yang akan menghancurkan sel kanker hati tanpa merusak jaringan sehat di sekitarnya.

Microsphere sendiri didefinisikan sebagai partikel berbentuk bola berskala mikron, yang terbuat dari bahan keramik, kaca atau polimer sebagai pengungkung gas, larutan atau padatan dalam bentuk senyawa organik maupun anorganik. Saat ini, microsphere radioaktif yang telah digunakan dalam kedokteran nuklir terbuat dari gelas sebagai bahan pengungkung dan Itrium-90 atau Phosporus-32 sebagai radionuklida yang dikungkung. Tetapi bahan pengungkung yang berupa gelas ini akan tetap tertinggal dalam waktu yang lama sekalipun proses radioterapi telah selesai, karena tidak dapat diadsorpsi oleh tubuh. Pengunaan polimer biodegradable seperti polilaktat (polylactic acid, PLA), poliglikolat (poyglycolic acid, PGA), dan derivatnya sedang dikembangkan karena memiliki banyak keuntungan seperti, dapat didegradasi oleh proses hidrolisis dalam tubuh dan dalam waktu sekitar satu bulan akan diabsorbsi sehingga tidak meracuni tubuh (biocompatible).

Microsphere dapat dibuat dengan berbagai metode seperti emulsifikasi, pemisahan fasa dan spray drying. Tetapi pembuatan microsphere dengan metode emulsifikasi mempunyai keuntungan lebih yakni akan mendapatkan microsphere dengan diameter sesuai dengan yang diinginkan sehingga dapat digunakan sebagai pengungkung (drug delivery) radiofarmaka. Untuk karakterisasi microsphere yang dihasilkan dari berbagai metode pembuatan diatas, dapat dilakukan dengan menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM) untuk mengetahui diameter microsphere yang dihasilkan, X-Ray Difractometer (XRD) untuk mengetahui kristalinitas dari microsphere, dan Simultaneous Thermal Analysis (STA) yang bertujuan untuk mengetahui informasi transisi termal yang terjadi dalam polimer sehingga kita dapat mengontrol sifat dan kemampuan dari suatu microsphere apakah layak atau tidak digunakan sebagai drug delivery.

Pengembangan microsphere di Indonesia, sejauh ini terus dalam proses penelitian agar dapat diaplikasikan dan diproduksi oleh industri. Dari hal ini, diketahui bahwa penelitian tentang microsphere belum berakhir sampai ditemukan microsphere yang benar-benar efektif mengukung obat sampai ke target sasaran, tanpa efek samping, proses sintesis yang mudah dan cepat dan tentunya dengan peralatan dan biaya yang murah. Hal ini pun menjadi tantangan yang menarik bagi para peneliti dan mahasiswa untuk mewujudkannya. Selamat Mencoba dan Meneliti …!

Dafar Pustaka

  • Dinas Kesehatan DKI Jakarta. 2006. Hepatitis B. Diakses 23 Juni 2006 Pkl. 18.30 WIB (www.google.com/hepatitis B)
  • Gunawan, Indra, Sudaryanto, Aloma K, Rochmadi dan Nurul E.E. 2005. Pengaruh bilangan weber pada pembuatan microsphere berbasis polimetil metakrilat, Jurnal Sains Materi Indonesia Vol. 6 No. 2, P3IB BATAN.
  • Ringoringo, S. Victor. 2006. Sistem Penyampaian Obat Terkontrol. Diakses 23 Juni 2006 Pkl. 18.30 WIB
  • Sudaryanto, Sudirman, Aloma K. 2003. Pembuatan Microsphere Berbasis Polimer Biodegradable Polilaktat, Prosiding Simposium Nasional Polimer IV 8 Juli 2003, hal. 181-188.
  • Suprayitno, Adi. 2005. Pembuatan Microsphere yang Diisi Holmium Trioksida. Laporan Praktek Kerja Lapangan. P3IB BATAN Serpong. Banten
  • Suprayitno., Adi, Sinly Evan Putra, Hernawan. 2006. Pembuatan Microsphere Polimer Berbasis Asam Polilaktat Sebagai Drug Delivery dengan Menggunakan Metode Emulsifikasi. PKMPI DIRJEN DIKTI 2006. Jakarta

RNAi vs H5N1


RNAi merupakan singkatan dari RNA Interference atau dikenal juga sebagai post transcriptional gene silencing dan transgene silencing. RNAi merupakan mekanisme alam di dalam sel untuk mengatur dan menghentikan ekspresi gen (melalui proteinnya) secara spesifik. RNAi baru dikembangkan untuk keperluan klinis sejak 1998 walaupun sudah mulai ditemukan dari tahun 1990 dalam penelitian tumbuhan petunia hasil kerjasama Amerika-Belanda (Napoli et al. and Stuitje et al., 1990).

Perkembangannya ke dunia medis cukup berkembang mengingat banyak penyakit disebabkan oleh aktivitas spesific gen yang "liar". Aktivitas gen-gen yang liar itu bisa disebabkan oleh mutasi ataupun infeksi virus seperti kanker (PTEN), HIV, hingga flu. Melalui RNAi, gen-gen tersebut dapat dengan relatif mudah dikendalikan walaupun tidak sepenuhnya 100% berhasil mengingat kondisi sel tiap-tiap orang berbeda-beda.

Pada dasarnya, RNAi di alam menstimulasi sel untuk menhancurkan RNA dari gen asing/termutasi dengan diawali oleh induksi RNA untai ganda kecil (RNA double stranded – dsRNA) yang dihasilkan sel itu sendiri. Di dalam praktek terapi, RNAi diinduksi oleh dsRNA sintesis yang disebut ’small interfering RNA’ (siRNA). Kehadiran siRNA ini akan mengikat RNA asli membuat enzim Ribozyme, penghancur RNA asing, menghancurkan RNA asli yang seharusnya "diterjemahkan" menjadi protein. Sifatnya yang spesifik membuat terapi RNAi tergolong aman untuk diterapkan. Melalui RNAi pula, resistensi virus terhadap obat-obatan dapat dihambat. Sayangnya, terapi ini masih sangat tergolong mahal.

Novartis dan Alnylam, dua perusahaan farmasi besar di dunia, pada tanggal 27 Februari 2006 mengumumkan bahwa mereka akan mengembangkan terapi RNAi untuk pandemik flu seperti flu burung yang sedang merebak akhir-akhir ini. RNAi diterapkan pada untaian RNA dari gen yang disusupi oleh DNA virus. Novartis dan Alnylam keduanya tampak optimis mampu membuat siRNA dari setiap macam jenis virus yang menyebabkan flu burung khususnya H5N1. Diharapkan melalui terapi ini, pandemic flu burung dapat ditekan

Klorofil sebagai Darah Hijau Manusia

Jika kita amati lebih lanjut dalam tingkatan struktur kimiawi, akan kita jumpai keunikan dari klorofil. Ternyata struktur dari klorofil memiliki kesamaan struktur dengan hemoglobin. Perbedaannya hanyalah terletak pada atom pusat dari molekul. Atom pusat klorofil adalah magnesium (Mg) sedangkan atom pusat hemoglobin adalah besi (Fe). Jika hemoglobin diidentikan sebagai darah merah manusia, maka klorofil dapat diidentikan sebagai darah hijau manusia. Karena kemiripan struktur inilah, maka klorofil adalah satu-satunya molekul di dunia ini yang secara alamiah dapat diterima oleh tubuh dan menjadi nutrisi vital bagi tubuh manusia.



Dalam proses metabolisme, energi bagi manusia datang dari sel-sel darah merah yang membawa oksigen ke dalam sel-sel tubuh. Hemoglobin merupakan molekul dalam sel darah merah yang membawa oksigen. Adapun klorofil adalah pembentuk sel darah merah yang paling cepat di dalam tubuh manusia. Dengan mengkonsumsi klorofil, jumlah sel darah dapat meningkat sangat cepat sehingga pasokan energi dalam tubuh dapat terus menerus terjamin. Dalam bukunya, The Healing Power of Chlorophyll Bernard Jensen menegaskan berbagai hasil eksperimen dengan tikus, dimana darah tikus digantikan dengan klorofil, hasilnya klorofil tetap dapat menjaga kelangsungan hidup tikus-tikus tersebut. Tim O’Shea dalam bukunya The Sancity of Human Blood juga menegaskan bahwa klorofil merupakan satu-satunya molekul yang dapat diterima oleh tubuh karena kesamaannya dengan hemoglobin sehingga potensial dalam meningkatkan ketahanan tubuh manusia.

Fungsi Utama Klorofil
Penggunaan klorofil bagi tubuh manusia dapat membantu dalam hal (1) meningkatkan jumlah sel-sel darah, khususnya meningkatkan produksi hemoglobin dalam darah, (2) mengatasi anemia, (3) membersihkan jaringan tubuh, (4) membersihkan hati dan membantu fungsi hati, (5) meningkatkan daya tahan tubuh terhadap senyawa asing (virus, bakteri, parasit), (6) memperkuat sel, dan (7) melindungi DNA terhadap kerusakan. Yang terpenting dari molekul klorofil adalah aman terhadap tubuh.

Selain itu, klorofil juga berfungsi sebagai desinfektan dan antibiotik, bahkan sebelum adanya obat-obatan sintesis. Klorofil membersihkan jaringan-jaringan tubuh dan tempat pembuangan sisa limbah metabolisme dalam tubuh, sekaligus mengatasi parasit, bakteri, dan virus yang ada dalam tubuh manusia. Bahkan, klorofil dapat menghilangkan senyawa-senyawa kimia yang bersifat racun dalam tubuh. Ekor molekul klorofil yang bersifat hidrofobik dapat menggali ke dalam sel/jaringan dan mengangkat senyawa hidrokarbon dari dinding sel serta mengeluarkan senyawa beracun tersebut. Hidrokarbon yang dimaksud adalah pestisida, obat-obatan yang tertimbun dalam tubuh, pewarna makanan, bahkan bakteri, parasit, dan virus. Ann Wigmore dalam buku The Wheatgrass Book, 1985 menyatakan bahwa klorofil dapat melindungi kita dari senyawa-senyawa karsinogen, dimana makanan dan obat lainnya sudah tidak berfungsi lagi. Klorofil bertindak menguatkan sel-sel, melepaskan zat racun dari hati dan aliran darah dan secara kimiawi menetralisasi polutan-polutan.

Perkembangan Terbaru Aplikasi Klorofil
Mengingat serangan virus dengue yang menyebabkan gejala-gejala pendarahan dan menurunnya jumlah trombosit, pengobatan dengan klorofil selayaknya dilirik sebagai upaya alternatif bagi pengobatan demam berdarah. Dari sisi pencegahan, mengkonsumsi klorofil merupakan tindakan bijaksana dalam meningkatkan pertahanan tubuh sehingga memungkinkan kita melawan benda asing yang masuk ke dalam tubuh, tak terkecuali virus dengue. Sirkulasi darah yang bersih dan kaya akan sel darah merah merupakan mekanisme pertahanan tubuh alamiah yang paling andal. Sebenarnya alam telah menyediakan sumber-sumber klorofil yang dapat dikonsumsi. Caranya adalah dengan mengkonsumsi secara rutin sayuran hijau yang kaya klorofil setiap hari. Katuk merupakan tumbuhan lokal asli Indonesia yang kaya akan klorofil.

Meskipun secara alami, klorofil dapat langsung dicerna, tetapi riset terkini tentang klorofil, menyatakan bahwa klorofil murni yang terkena proses pengolahan (dimasak) akan rusak fungsi utamanya. Klorofil yang terolah tersebut akan sulit diserap oleh tubuh manusia, bahkan sebagian besar akan terbuang dalam sistem pembuangan. Sehingga disini sangat dianjurkan bagi penderita untuk mengkonsumsi sayur-sayuran segar tanpa diolah. Tetapi untuk penderita yang benar-benar butuh klorofil, dengan memanfaatkan teknologi tinggi, pengekstrakan klorofil dapat dilakukan sebelum terjadi penurunan mutu dan fungsi utamanya. Yaitu dengan menambahkan atom magnesium di dalam molekul bersama atom tembaga dan atom-atom natrium, sehingga molekul klorofil bisa larut dalam air dan menjadi stabil. Penambahan atom-atom baru tersebut menghasilkan struktur kimia baru yang disebut Chlorophyllin.Chlorophyllin ini telah diperdagangkan dengan berbagai merk dagang baik dalam bentuk tablet, kapsul, maupun cairan.

Selain berpotensi sebagai obat demam berdarah, klorofil juga berpotensi sebagai photosensitizer (obat pemicu yang aktif oleh rangsangan cahaya) untuk terapi tumor dan kanker. Obat seperti ini bukan barang baru, karena telah diterapkan dalam terapi fotodinamika (photodynamic therapy). Di Jepang, Jerman, dan Amerika Serikat, tehnik ini sudah dipakai untuk menanggani kanker seperti kanker otak, paru-paru, dan mulut. Terapi fotodinamika menjadi alternatif yang lebih aman ketimbang terapi gelombang radio dan kemoterapi, yang sering disertai efek samping seperti kerontokan rambut dan rusaknya kulit. Tak seperti kemoterapi yang butuh selang waktu antar pemberian, terapi fotodinamika dapat dilakukan lebih sering dalam kurun waktu tertentu.

Pemanfaatan teknologi fotodinamika (TFD) ini pada dasarnya didasarkan asumsi bahwa photosensitizer (klorofil) akan dapat membunuh sel-sel kanker ketika senyawa tersebut diekspos dengan cahaya tampak pada panjang gelombang tertentu (630-800 nm) dan dengan intensitas tertentu. Dalam pengaplikasiannya, klorofil diinjeksikan ke tubuh, yang kemudian diserap secara otomatis oleh seluruh sel. Klorofil yang berperan sebagai photosensitizer akan terakumulasi dalam sel kanker dan tinggal lebih lama dalam sel tersebut jika dibandingkan dengan keberadaannya di dalam sel normal. Untuk mendeteksi keberadaan klorofil dalam sel kanker, pasien yang telah diberi obat dipindai. Bagian yang terdapat klorofil akan berpendar terang.

Mekanisme kerja klorofil sebagai sensitizer adalah dengan menjadi pemicu spesies oksigen menjadi singlet oksigen yang sangat reaktif yang akan membunuh sel kanker. Prosesnya adalah ketika photosensitizer mengabsorbsi cahaya, maka photosensitizer akan tereksitasi pada keadaan singlet. Keadaan ini tidak berlangsung lama, photosensitizer akan berubah ke keadaan triplet. Photosensitizer pada keadaan triplet ini akan bereaksi dengan oksigen yang tentunya ada dalam jaringan tubuh manusia, termasuk dalam jaringan kanker. Oksigen dalam keadaan dasar akan tereksitasi menjadi singlet oksigen yang bersifat sangat reaktif yang selanjutnya akan menghancurkan sel-sel kanker. Pada akhirnya, photosensitizer yang telah menunaikan tugasnya tersebut akan kembali ke keadaan normal.

Penutup
Penelitian tentang klorofil kedepannya diperkirakan masih akan berlangsung terutama untuk aplikasi lebih lanjut di bidang kesehatan. Hal ini didasarkan kenyataan bahwa klorofil merupakan senyawa bahan alam yang melimpah dan tidak bersifat racun sebagaimana obat-obat kimiawi yang telah umum digunakan. Selain itu pemanfaatan klorofil dari bakteri fotosintetis (bakterioklorofil) untuk aplikasi sebagai obat kanker sebagaimana telah diteliti oleh Leenawaty Limantara masih menemui hambatan. Dimana dalam penelitian bakterioklorofil terdapat tiga tahapan elektronik yang penting yaitu tahapan dasar, radikal kation, dan tahapan tereksistasi. Selama ini penelitian di dunia mentok pada tahapan tereksistasi karena pada tahap ini, masa hidup molekul sangat singkat yaitu pada tataran pikodetik (10-9 detik) sehingga sangat sulit mengukur molekulnya yang sangat labil meskipun gambarnya dapat diperoleh.

Sisi positif yang dapat kita peroleh dari pemanfaatan klorofil adalah arti penting kembali ke alam (back to nature) yaitu dengan kembali mengkonsumsi makanan alami yang dihasilkan oleh alam. Ternyata alam telah menyediakan obat yang mujarab bagi kita untuk kelangsungan hidup. Mungkin suatu pertanyaan menarik pernah dilontarkan oleh dosen saya yaitu kenapa obat-obatan sintetis sering menimbulkan efek samping dibandingkan obat-obatan alami? Jawabnya karena dalam obat sintetis kita hanya mengisolasi senyawa bioaktif (senyawa toksik) saja yang efektif sebagai antipenyakit dari tanaman tanpa mengambil senyawa antitoksiknya (penetral) sedangkan obat alami telah menyediakan sekaligus dua yaitu senyawa toksik dan antitoksiknya.

Daftar Pustaka
1. Anonim. 2007. Klorofil. Situs Web Wikipedia Indonesia
2. Anonim. 2007. Daya Penyembuh Klorofil-Si Emas Hijau. Situs Web Hijau Daun
3. Anonim. 2004. Klorofil : Si Emas Hijau-Detoksin Alami yang Menyehatkan. Situs Web Indonesia Media Online Kesehatan (sumber asli sekolah-bisnis.com/klorofil.php)
4. Anonim. 2007. Produk Nutrisi dan Kesehatan. Situs Web Synergy Team Indonesia
5. Kabelan Kunia. 2005. Richard Martin Willstatter, Anak Penjual Tekstil Penemu Klorofil. Situs Web Cakrawala
6. Kabelan Kunia. 2005. Klorofil dan Hemoglobin sang Kembar Berbeda Inti. Situs Web Cakrawala
7. Leenawaty Limantara. 2007. Daya Penyembuhan Klorofil. [kimia-ui] Info Kesehatan
8. Saiful Bahri. 2007. Klorofil. Diktat Kuliah Kapita Selekta Kimia Organik. Universitas Lampung
9. Tatas HP Brotosudarmo dan Leenawaty Limantara. 2002. Klorofil Mencegah dan Menyembuhkan Kanker. Situs Web Kompas
10. Dan berbagai literature Web lainnya

Alga sebagai Bioindikator dan Biosorben Logam Berat (Bagian 1: Bioindikator)


Sebuah pernyataan (statemen) menarik pernah dilontarkan oleh kolega saya di Kimia Universitas Lampung. Statemen-nya sederhana tapi ilmiah, yaitu tentang beda antara Indonesia dan Jepang ? Menurutnya, sumber daya alam (SDA) Indonesia kaya tapi sumber daya manusia (SDM)-nya miskin, sedangkan Jepang, SDA-nya miskin tapi SDM-nya kaya. Dari statemen ini, dapat diperoleh informasi bahwa SDM lebih berperan dibandingkan SDA. Dengan SDM tinggi, maka semua potensi yang ada disekitar kita, dapat kita gali dan kembangkan agar mempunyai nilai tambah secara ekonomi.

Salah satunya adalah pemanfaatan alga di Indonesia yang masih belum optimal, hanya terbatas sebagai pakan zooplankton dan ikan, sumber makanan dan sayuran, dan sumber bahan mentah industri terutama untuk agar-agar, karagenan, dan alginat. Padahal dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa alga mempunyai keunggulan sebagai bioindikator dan biosorben logam berat. Pemanfaatan alga sebagai bioindikator dan biosorben dalam dasawarsa ini sangat diperlukan, seiring dengan berkembangnya berbagai bidang industri yang menimbulkan efek samping seperti pembuangan logam berat sebagai sisa proses kimia dari industri ke lingkungan.

Berdasarkan data dari United State Environmetal Agency (USEPA), logam berat yang merupakan polutan perairan yang berbahaya diantaranya adalah antimon (Sb), arsenik (As), berilium (Be), kadmium (Cd), kromium (Cr), tembaga (Cu), timbal (Pb), merkuri (Hg), nikel (Ni), selenium (Se), kobalt (Co), dan seng (Zn). Logam berat ini berbahaya karena tidak dapat didegradasi oleh tubuh, memiliki sifat toksisitas (racun) pada mahluk hidup walaupun pada konsentrasi yang rendah, dan dapat terakumulasi dalam jangka waktu tertentu. Oleh karena itu penting dilakukan pengambilan logam berat pada daerah yang terkontaminasi.

Dari berbagai penelitian di ketahui bahwa berbagai spesies alga terutama dari golongan alga hijau (Chlorophyta), alga coklat (Phaeophyta), dan alga merah (Rhodophyta) baik dalam keadaan hidup (sel hidup) maupun dalam bentuk sel mati (biomassa) dan biomassa terimmobilisasi telah mendapat perhatian untuk mengadsorpsi ion logam. Alga dalam keadaan hidup dimanfaatkan sebagai bioindikator tingkat pencemaran logam berat di lingkungan aquatik (perairan) sedangkan alga dalam bentuk biomassa dan biomassa terimmobilisasi dimanfaatkan sebagai biosorben (material biologi penyerap logam berat) dalam pengolahan air limbah.
Secara umum, keuntungan pemanfaatan alga sebagai bioindikator dan biosorben adalah (1) alga mempunyai kemampuan yang cukup tinggi dalam mengadsorpsi logam berat karena di dalam alga terdapat gugus fungsi yang dapat melakukan pengikatan dengan ion logam. Gugus fungsi tersebut terutama gugus karboksil, hidroksil, amina, sulfudril, imadazol, sulfat dan sulfonat yang terdapat dalam dinding sel dalam sitoplasma, (2) bahan bakunya mudah didapat dan tersedia dalam jumlah banyak, (3) biaya operasional yang rendah, (4) sludge yang dihasilkan sangat minim, dan (5) tidak perlu nutrisi tambahan.

Alga sebagai bioindikator

Alga dapat dimanfaatkan sebagai bioindikator logam berat karena dalam proses pertumbuhannya, alga membutuhkan berbagai jenis logam sebagai nutrien alami, sedangkan ketersediaan logam dilingkungan sangat bervariasi. Suatu lingkungan yang memiliki tingkat kandungan logam berat yang melebihi jumlah yang diperlukan, dapat mengakibatkan pertumbuhan alga terhambat, sehingga dalam keadaan ini eksistensi logam dalam lingkungan adalah polutan bagi alga.

Syarat utama suatu alga sebagai bioindikator adalah harus memiliki daya tahan tinggi terhadap toksisitas logam berat karena akumulasi (penumpukan) logam berat dalam alga akan memberikan pengaruh racun, baik toksisitas akut maupun toksisitas kronis. Selain memiliki daya tahan yang tinggi terhadap toksisitas logam berat, persyaratan lain untuk pemanfaatan alga sebagai bioindikator adalah (1) alga yang dipilih mempunyai hubungan geografis dengan lokasi yaitu berasal dari lokasi setempat, hidup dilokasi tersebut, dan diketahui radius aktivitasnya, (2) alga itu terdapat dimana-mana, supaya dapat dibandingkan terhadap alga yang berasal dari lokasi lain, (3) komposisi makanannya diketahui, (4) populasinya stabil, (5) pengumpulan alga mudah dilakukan, (6) relatif mudah dikenali di alam, dan (7) masa hidupnya cukup lama, sehingga keberadaannya memungkinkan untuk merekam kualitas lingkungan di sekitarnya.

Berikut adalah contoh spesies alga yang potensial sebagai bioindikator logam berat berdasarkan beberapa rujukan penelitian :

Tabel 1. Spesies Alga yang Potensial sebagai Bioindikator

Spesies Alga Logam Berat Teradsorpsi Sumber Rujukan
Cladophora glomerata
Galaxaura rugosa
Scenedemusacutus
Corallina sp.
Euchema isiforme
Phormidium sp.
Fucus vesiculosus
Padina boergesenii
Sargassum sp.
Nostoc sp.
Euchema sp
Euglena gracilis
Chaetocerus sp. Ni, V, Cd, Pb, Cr
Ni, V, Cd, Pb, Cr
Cu, Zn
-
Zn, Pb
Cr, Fe, Co, Cu, Zn, Cd, Pb
-
Pb, Cu
Pb
Pb, Cd, Cu
-
Cd, Cr
-
Pb, Cd
Chmielewska dan Medved (2001)
Rivai dan Supriyanto (2000)
Vilchez et al., 1997
Siswantoro (2001)
Fajarwati (2003)
Maeda dan Ohki (1998)
Kautsky (1998)
Mamboya et al., 1999
Buhani (2003)
Maeda dan Ohki (1998)
Martadinata (2001)
Vilchez et al., 1997
Noegrohati (1995)

Alga sebagai Bioindikator dan Biosorben Logam Berat (Bagian 2: Biosorben)


Alga sebagai Biosorben

Dalam pengolahan limbah industri yang mengandung logam berat, pemanfaatan alga baik dalam bentuk biomassa bebas maupun yang terimmobilisasi sebagai biosorben tidak diragukan lagi, karena metode ini sangat efisien, biaya relatif murah, hasil samping tidak berbahaya, biosorben dapat diregenerasi, dan ion logam yang teradsorpsi dapat di-recovery kembali (Kratochvil dan Volesky, 1998).

Biosorben dari biomassa alga
Biomassa alga dari beberapa spesies alga efektif untuk mengikat ion logam pada lingkungan aquatik. Berberapa spesies alga yang umumnya dimanfaatkan biomassanya adalah dari jenis alga coklat dan alga hijau. Pemilihan biomassa alga ini sebagai biosorben dilakukan karena spesies alga ini memiliki toleransi yang tinggi terhadap pengambilan logam berat, mudah dibudidayakan, dan dapat diperoleh dari sejumlah laboratorium-laboratorium pengkoleksian kultur di berbagai negara.

Berikut adalah contoh biomassa alga yang potensial sebagai biosorben logam berat berdasarkan beberapa rujukan penelitian :
Tabel 2. Biomassa Alga yang Potensial sebagai Biosorben

Biomassa Alga Logam Berat Sumber Rujukan
Desulfovibrio
desulfuricans
Ganoderma lucidum
Sargassum sp.


Sargassum filipendula
Sargassum fluitans

Sargassum vulgare
Ulva reticulata
Sunflower stalk
Chlorella sp.


Nannochloropsis sp.
Cu
Cu
Cd
Cu, Cr, dan Ni
Pb, Cd, Cu
Cd, Zn, Cu
Cu
Cu
Fe
Cu
Cu
Cu
Pb, Cd, Cu
Pb
Cd
Pb, Cu
Chen et al., 2000
Muraleedharan et al., 1995
Yang and Volesky (1999)
Barkhordar dan Ghiasseddin (2004)
Mutia Rachmayanti (2007)
Valdman and Leite (2000)
Davis et al., 2000
Davis et al., 2000
Figueirira et al., 1999
Davis et al., 2000
Vijayaraghavan et al., 2005
Gang and Welxing, 1998
Buhani (2003)
Nurmalina Syafitri (2003)
Agung Sasongko (2002)
Yelni (2005)


Biosorben dari biomassa terimmobilisasi

Kemampuan alga dalam mengikat logam berat dalam bentuk biomassa secara langsung sangat dibatasi oleh beberapa kendala seperti ukurannya kecil, berat jenisnya yang rendah, dan mudah rusak karena degradasi oleh mikroorganisme lain. Selain itu, biomassa alga tidak dapat digunakan secara langsung dalam kolom, karena sangat lunak dan tidak berbentuk granular. Untuk mengatasi kelemahan tersebut, maka perlu dilakukan immobilisasi pada biomassanya dengan matrik pendukung.

Syarat suatu bahan sebagai matrik pendukung antara lain (1) mempunyai sisi aktif terutama mengandung gugus aktif yang reaktif, (2) mempunyai permukaan yang luas, (3) memiliki kapasitas pengikatan yang tinggi, (4) mempunyai daya tahan yang baik terhadap perubahan-perubahan pelarut kimia. Beberapa matrik pendukung yang dapat digunakan sebagai pengimmobil antara lain polimer etil akrilat etilen glikol dimetakrilat (Latifah, 1998), silika gel (Amaria, 2000; Buhani, 2003), Ca-alginat (Yalcinkaya, 2002), zeolit (Wight and Davis, 2002; Buhani dan Suharso, 2005), crosslink polietilamina-glutaraldehid (Valdman dan Leite, 2000), polietilena glikol (Dickerson et al., 1999), dan alumina (Griffin et al., 2002).

Penelitian tentang biomassa terimmobilisasi untuk menghilangkan ion-ion logam seperti Hg, Cu, Zn, Cd, dan Cu telah dilaporkan (Darnall et al., 1986; Haris dan Ramelow, 1990; Tong et al., 1994). Evaluasi kemampuan adsorpsi biomassa Chaetoceros calsitrans yang terimmobilisasi silika gel terhadap ion Cu dan Cd juga telah dilaporkan (Amaria, 1998), dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa biomassa Chaetoceros calsitrans mempunyai kemampuan adsorpsi yang lebih tinggi dibandingkan dengan biomassa yang telah terimmobilisasi silika gel. Lebih lanjut Buhani (2003) melaporkan bahwa kemampuan adsorpsi biomassa Chlorella sp. untuk mengadsorpsi ion logam Cd, Pb, dan Cu, lebih tinggi dibandingkan dengan biomassa yang diimmobilisasi silika gel. Tetapi meskipun kemampuan adsorpsi biomassa terimmobilisasi lebih rendah dari biomassa bebas, tetapi biomassa terimmobilisasi akan mempunyai bentuk agregat yang stabil.

Penutup

Pemanfaatan alga baik dalam keadaan hidup maupun dalam bentuk biomassa sebagaimana telah diuraikan diatas, sangat potensial untuk diterapkan di Indonesia. Pada prinsipnya, teknologi yang melibatkan alga dalam mengatasi permasalahan lingkungan aquatik masih dalam tahap pengembangan dan masih banyak pekerjaan yang dibutuhkan untuk kesempurnaan metode ini. Hanya penelitian-penelitian dan kajian-kajian yang berkesinambungan akan dapat menentukan proses terbaik untuk memecahkan permasalahan logam berat di lingkungan. Disamping itu, dengan mengembangkan metode ini untuk mengadsorpsi logam berat yang bersifat racun bagi kehidupan organisme, akan meningkatkan kesehatan masyarakat dan dapat meningkatkan taraf hidup bangsa Indonesia



Ucapan Terima Kasih
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dra. Buhani, M.Si dan Dr. Suharso atas bimbingan dalam penelitian tentang biosorpsi logam berat oleh alga. Dan teman-teman Biosorption Research Group (BRG) Unila; Fitriyah, Mutia Rachmayanti, Sri Agustiningsih, Nunung K, Elistiani, Indri Puspita, Faradilla, Regina dan Mumu, serta teman-teman KPK 2002.


Disarikan dari karya tulis ilmiah :

Sinly Evan Putra. 2007. Potensi Alga sebagai Bioindikator dan Biosorben Logam Berat. Karya Tulis Ilmiah. Universitas Lampung. Jumlah Halaman 50 Lembar

Korespondensi dengan Penulis : sent_chemunila [at] yahoo.com

Homoseksual, tinjauan dari perspektif ilmiah


Pastilah semua orang, baik laki-laki maupun wanita pernah suatu waktu mengagumi atau menyukai seseorang yang satu gender dengannya, semisal seorang wanita mengagumi wanita lain yang cantik dan seksi atau seorang laki-laki yang suka melihat laki-laki lain yang berotot dan “body perfect”. Dan percayakah anda bahwa dengan berpikiran seperti itu anda berpotensi untuk menjadi seorang homoseksual ?

Tetapi jangan dahulu menjustifikasi yang macam-macam. Berdasarkan informasi ilmiah harus diakui bahwa sesunguhnya setiap individu mempunyai potensi untuk menjadi seorang homoseksual. Namun kecenderungan ini mempunyai tingkatan yang berbeda. Dan karena kecenderungannya sangat kecil sehingga kita tidak merasakannya. Tetapi jika kecenderungan itu bisa mengakibatkan anda setelah mengagumi lalu tertarik dan terangsang terhadap sesama jenis, maka anda dapat dikatakan sebagai homoseksual.

Definisi homoseksual sendiri adalah kelainan terhadap orientasi seksual yang ditandai dengan timbulnya rasa suka terhadap orang lain yang mempunyai kelamin sejenis atau identitas gender yang sama. Istilah yang sudah umum dikenal masyarakat untuk orang yang termasuk homoseksual adalah gay (untuk lelaki) dan lesbian (untuk wanita).

Berikut adalah tingkatan orientasi seksual berdasarkan skala Kinsey :

Orientasi Seksual Keterangan Keterangan
Heteroseksual eksklusif -
Heteroseksual predominan Homoseksualnya cuma kadang-kadang
Heteroseksual predominan Homoseksualnya lebih jarang-jarang
Heteroseksual dan homoseksual Seimbang (biseksual)
Homoseksual predominan Heteroseksualnya lebih dari kadang-kadang
Homoseksual predominan Heteroseksualnya cuma kadang-kadang
Homoseksual eksklusif -

Berdasarkan kajian ilmiah, beberapa faktor penyebab orang menjadi homoseksual dapat dilihat dari :

Susunan Kromosom

Perbedaan homoseksual dan heteroseksual dapat dilihat dari susunan kromosomnya yang berbeda. Seorang wanita akan mendapatkan satu kromosom x dari ibu dan satu kromosom x dari ayah. Sedangkan pada pria mendapatkan satu kromosom x dari ibu dan satu kromosom y dari ayah. Kromosom y adalah penentu seks pria.

Jika terdapat kromosom y, sebanyak apapun kromosom x, dia tetap berkelamin pria. Seperti yang terjadi pada pria penderita sindrom Klinefelter yang memiliki tiga kromosom seks yaitu xxy. Dan hal ini dapat terjadi pada 1 diantara 700 kelahiran bayi. Misalnya pada pria yang mempunyai kromosom 48xxy. Orang tersebut tetap berjenis kelamin pria, namun pada pria tersebut mengalami kelainan pada alat kelaminnya.

Ketidakseimbangan Hormon

Seorang pria memiliki hormon testoteron, tetapi juga mempunyai hormon yang dimiliki oleh wanita yaitu estrogen dan progesteron. Namun kadar hormon wanita ini sangat sedikit. Tetapi bila seorang pria mempunyai kadar hormon esterogen dan progesteron yang cukup tinggi pada tubuhnya, maka hal inilah yang menyebabkan perkembangan seksual seorang pria mendekati karakteristik wanita.

Struktur Otak

Struktur otak pada straight females dan straight males serta gay females dan gay males terdapat perbedaan. Otak bagian kiri dan kanan dari straight males sangat jelas terpisah dengan membran yang cukup tebal dan tegas. Straight females, otak antara bagian kiri dan kanan tidak begitu tegas dan tebal. Dan pada gay males, struktur otaknya sama dengan straight females, serta pada gay females struktur otaknya sama dengan straight males, dan gay females ini biasa disebut lesbian.

Kelainan susunan syaraf

Berdasarkan hasil penelitian terakhir, diketahui bahwa kelainan susunan syaraf otak dapat mempengaruhi prilaku seks heteroseksual maupun homoseksual. Kelainan susunan syaraf otak ini disebabkan oleh radang atau patah tulang dasar tengkorak.

Faktor lain

Faktor lain yang dapat menyebabkan orang menjadi homoseksual, sebagaimana diungkapkan oleh Prof. DR. Wimpie Pangkahila (Pakar Andrologi dan Seksologi) selain faktor biologis (kelainan otak dan genetik), adalah faktor psikodinamik, yaitu adanya ganguan perkembangan psikseksual pada masa anak-anak, faktor sosiokultural, yaitu adanya adat-istiadat yang memberlakukan hubungan homoseksual dengan alasan yang tidak benar, dan terakhir adalah faktor lingkungan, dimana memungkinkan dan mendorong hubungan para pelaku homoseksual menjadi erat.

Dari keempat faktor tersebut, penderita homoseksual yang disebabkan oleh faktor biologis dan psikodinamik memungkinkan untuk tidak dapat disembuhkan menjadi heteroseksual. Namun jika seseorang menjadi homoseksual karena faktor sosiokultural dan lingkungan, maka dapat disembuhkan menjadi heteroseksual, asalkan orang tersebut mempunyai tekad dan keinginan kuat untuk menjauhi lingkungan tersebut.

Penutup

Secara signifikan keberadaan kaum homoseksual di dunia ini patut diperhitungkan. Di suatu survei di Amerika Serikat pada saat dilangsungkan pemilu 2004, diketahui bahwa 4% dari seluruh pemilih pria menyatakan bahwa dirinya adalah seorang gay. Di Kanada, berdasarkan statistik Kanada menyatakan bahwa diantara warga Kanada yang berumur 18 sampai 59 tahun, terdapat 1% homoseksual dan 0.7% biseksual. Sedangkan di Indonesia, data statistik menyatakan bahwa 8 sampai 10 juta populasi pria Indonesia pada suatu waktu pernah terlibat pengalaman homoseksual.

Sebagaimana manusia lainnya, para homoseksual ini memiliki rasa yang sama dengan manusia normal lainnya. Rasa cemburu pun dimiliki oleh kaum ini, bahkan rasa cemburu yang berlebihan bisa timbul jika mengetahui kekasihnya berselingkuh dengan orang lain. Dan karena rasa cemburu yang dimilikinya terlalu besar, ada yang sampai tega membunuh pasangannya dan kejadian ini biasa dialami oleh seorang gay. Dan satu yang perlu diingat menjadi homoseksual adalah suatu PILIHAN bukanlah suatu TAKDIR. Kecenderungan besar manusia untuk kembali ke kehidupan normal adalah kekuatan terpenting untuk sembuh dan keluar dari jurang tersebut.

Dan kaum homoseksual dari dulu sampai masa yang akan datang akan selalu ada, berkeliaran disekitar kita, terlihat jelas atau kasat mata, dan kita pun berpotensi menjadi bagian dari mereka, tinggal bagaimana kita menyikapinya dan memilih tetap menjadi “normal” atau menyerah pada potensi tersebut. (dari pelbagai sumber).

Word of the Day

Article of the Day

This Day in History

Today's Birthday

In the News

Quote of the Day

Spelling Bee
difficulty level:
score: -
please wait...
 
spell the word:

Match Up
Match each word in the left column with its synonym on the right. When finished, click Answer to see the results. Good luck!

 

Hangman
SEO Complete Guide for Wordpress

About Me

Foto saya
manusia biasa yang ingin menjadi luar biasa. Enjoy Aja ...!!!

Visitor

Blog Archive

Tampilkan Semua Posting